Pengembangan aspek profesionalisme guru ASPEK - aspek Pengembangan Profesional (Professional Development Aspect) Guru Agama Islam...
Pengembangan aspek profesionalisme guru |
ASPEK-aspek Pengembangan
Profesional (Professional Development
Aspect) Guru Agama Islam
Profesional dalam dunia
pendidikan menempati fungsi vital yang
harus terpenuhi sebab jika indikasi profesional ini tidak terkomposisi
dalam olahan dan metode pendidikan tentu akan sulit menemukan apa yang menjadi
cita-cita pendidikan itu sendiri. Dalam mewujudkan cita-cita pendidikan yang
berkualitas dibutuhkan tenaga pengajar yang memiliki kriteria profesional.
Seperti dikutip Mohammad Nurdin
dalam bukunya Kiat Menjadi Guru Profesional. Tatty Amran mengatakan bahwa
diperlukan Akronim KASAH yaitu Knowledge,
Ability, Skill, Attitude, Habit.
Pengetahuan (Knowledge)
Paling tidak ada dua istilah
yang secara tafsiri hampir sama yakni pengetahuan dan ilmu pengetahuan. Namun
pada dasarnya dua istilah tersebut sangat berbeda. Menurut Mohammad Hatta
pengetahuan adalah sesuatu yang didapat dari membaca dan pengalaman. Sedangkan
ilmu pengetahuan adalah yang didapat dengan jalan keterangan atau informasi
tertentu.
Endang Saefudin Anshari membagi
pengetahuan menjadi empat bagian yakni:
- Pengetahuan biasa, yaitu pengetahuan tentang hal-hal biasa, kejadian sehari-hari, yang selanjutnya disebut pengetahuan.
- Pengetahuan ilmiah yaitu pengetahuan yang mempunyai sistem dan metode tertentu, yang selanjutnya disebut ilmu pengetahuan.
- Pengetahuan filosofis yaitu semacam ilmu istimewa yang mencoba menjawab istilah-istilah yang tidak terjawab oleh ilmu-ilmu biasa, yang sering disebut dengan ilmu filsafat.
- Pengetahuan teologis, yaitu pengetahuan tentang pengetahuan pemberitahuan dari Tuhan.
Jadi, pengetahuan adalah
sesuatu yang bisa dibaca, dipelajari dan dialami oleh setiap orang. Namun,
pengetahuan seseorang harus diuji dulu melalui penerapan dilapangan. Seperti
halnya seorang guru harus mampu menunjukkan eksistensinya dari segi ilmu
pengetahuan maupun pengetahuan dalam kacamata lapangan yakni pada bagian-bagian
pendidikan.
Dalam pengembangan
profesionalisme guru, menambah ilmu pengetahuan adalah mutlak. Jika
tidak, stagnansi akan menghampiri para profesional guru-guru negeri ini.
Kemampuan (Ability)
Kemampuan terdiri dari dua
unsur, yaitu yang bisa dipelajari dan alamiah. Pengetahun dan kemampuan adalah
unsur kemampuan yang bisa dipelajari, sedangkan yang alamiah orang biasa
menyebut bakat.
Untuk mengembangkan sikap
profesional pada dunia guru paling tidak dibutuhkan kemauan selain kemampuan.
Skill (Keterampilan)
Keterampilan merupakan salah
satu unsur kemampuan yang dapat dipelajari pada unsur penerapannya. Bagi
seorang guru yang tugasnya mengajar dan peranannya didalam kelas, paling tidak
keterampilan yang harus dimilikinya adalah :
- Guru sebagai pengajar, yakni menyampaikan ilmu pengetahuan, sehingga perlu memiliki keterampilan menyampaikan informasi kepada anak didiknya dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
- Guru sebagai pimpinan kelas, perlu memiliki keterampilan dalam memimpin kelompok-kelompok kelas yaitu murid.
- Guru sebagai pembimbing, perlu memiliki keterampilan mendorong dan mengarahkan kegiatan belajar siswa.
- Guru sebagai supervisor, perlu memiliki keterampilam mengawasi kegiatan anak didik dan ketertiban kelas.
- Guru sebagai evaluator, perlu memiliki keterampilan dalam menilai secara objektif, kontinue dan komprehensif terhadap anak didik.
- Guru sebagai konselor, perlu memiliki keterampilan dalam membantu anak didik dalam menyelesaikan problematika ketika anak didik mendapati permasalahan.
Attitude (Sikap)
Sikap diri seseorang terbentuk
oleh suasana lingkungan yang melingkupinya. Seorang anak sudah barang tentu
akan belajar mengenal lingkungan terdekatnya yaitu orangtua.
Menurut Allport, "Personality is the dinamyc
organization within the individual of those psyco-physical system that
determine his characteristics behavior and thought" bahwa kepribadian
menyangkut keseluruhan aspek seseorang, baik fisik maupun psikis, yang
menentukan karakteristik tingkah laku dan pemikirannya.
Oleh karena itu, sikap diri
yang sangat diperlukan dalam pengembangan profesionalisme adalah:
1. disiplin yang tinggi
2. percaya diri yang positif
3. akrab dan ramah
4. akomodatif
5. berani berkata karena benar.
Kebiasaan (Habit)
Kebiasaan adalah suatu kegiatan
yang terus menerus dilakukan yang tumbuh dari dalam pikiran. Pengembangan
kebiasaan diri harus dilandasi dengan kesadaran bahwa usaha tersebut
membutuhkan proses yang cukup panjang. Kebiasaan positif yang harus dimiliki
oleh seorang guru yang profesional adalah menyapa dengan ramah, memberikan
pujian kepada anak didiknya dengan tulus, meyampaikan rasa simpati, meyampaikan
rasa penghargaan kepada kerabat, teman sejawat, atau anak didik yang
berprestasi dan lain-lain.
Profesionalisme Guru dalam Islam
Dikeluarkannya Undang-Undang
karena secara profesional guru dan tenaga kependidikan di negara kita masih
belum memenuhi harapan dan dari segi kuantitatif jumlah guru dan tenaga
kependidikan masih belum memadai.[1] Terutama
guru agama. Sehingga diharapkan guru harus bersikap profesional dalam
menjalankan tugas dalam proses belajar mengajar. Guru dalam arti profesional
adalah setiap orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam melakukan
tugas di bidang keguruan untuk memberi ilmu pengetahuan, kecakapan dan
ketrampilan kepada terdidik yang bertujuan untuk mengembangkan seluruh aspek
pribadinya.[2]
Dalam pasal 31 ayat (3) UU RI
Tahun 1945, menyebutkan bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu
sistem Pendidikan Nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta
akhlak yang mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur oleh
Undang-Undang.[3] Ini berarti bahwa pendidikan
agama, sangat diperlukan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, pendidikan agama
merupakan salah satu tempat atau wadah dalam pembinaan keimanan dan ketaqwaan
serta ahklak mulia seseorang.
Pendidikan agama adalah salah
satu mata pelajaran yang wajib diberikan pada setiap jenjang pendidikan
(pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, bahasa) UU Nomor 20 Tahun 2003
Pasal 37. Dalam pasal penjelasan diterangkan pula bahwa pendidikan agama
merupakan usaha untuk memperkuat iman dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa, sesuai dengan agama yang dianut oleh peserta didik yang bersangkutan
dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain. Dalam hubungan
kerukunan antarumat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan
nasional, dan merupakan salah satu hak peserta didik dan mendapat pendidikan
agama, sesuai Pasal 12 Bab V No. 20 Tahun 2003.[4]
Diantaranya adalah Pendidikan Agama Islam yang diberikan pada peserta didik
yang beragama Islam.
Jadi untuk mencapai efisiensi
dan efektifitas kerja, sangat dirasakan perlu adanya profesionalitas seorang
guru.
Sebab profesionalitas guru
adalah faktor yang sangat penting dalam proses belajar mengajar. Karena PAI
merupakan upaya mendidik agama Islam atau ajaran Islam dan nilai-nilainya, agar
menjadi way of life (pandangan dan
sikap hidup) seseorang. Maka dalam Pendidikan Agama Islam sangat dibutuhkan
seorang guru agama yang benar-benar menguasai materi Agama Islam dan menyadari
ciri-ciri PAI agar dapat menjalankan tugas mengajarnya secara profesional.
Dari gambaran di atas, maka
dalam pendidikan di Indonesia, masih banyak yang harus ditingkatkan untuk
mengatasi semua masalah yang ada dalam pendidikan salah satunya profesionalitas
guru. Karena guru memegang peranan penting dalam keberhasilan lembaga
pendidikan.
Seorang guru harus benar-benar
berprofesi sebagai guru, harus memenuhi standar yang telah ditentukan oleh
pemerintah, dan harus mempunyai keahlian dalam bidang yang diajarkan, Khususnya
dalam bidang Pendidikan Agama Islam.
[1] Azyumardi
Azra, Paradigma Baru Pendidikan Nasional;
Rekonstruksi dan Demokrasi), (Jakarta
: Kompas, 2002), Cet. 1, hlm.xvii.
[2] Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru
Profesional, (Bandung :
PT Remaja Rosda Karya, 2000), Cet. 11, hlm. 4.
[3] Lihat, UUD 1945 Hasil
Amandemen dan Proses Amandemen UUD 1995 secara lengkap; Pertama
1999-keempat 2002, (Jakarta :
Sinar Grafika, 2002), hlm. 25.
[4]
H. Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam
dalam Sisdiknas di Indonesiua, (Jakarta :
Kencana, 2004), hlm. 36.